SMANDA ADVENTURE 2018
24 November 2018
Pagi menjelang siang saya mendapat kabar
dari seorang junior bahwasanya bulan depan akan diadakan kegiatan rutin tahunan
dimana organisasi yang saya tekuni yang menjadi panitianya.
Organisasi yang saya tekuni yaitu Siswa
Pecinta Alam dimana organisasi tersebut beranggotakan siswa-siswa SMA yang
senang menjelajah.
Setiap tahun organisasi kami selalu
mengadakan kegiatan dimana kegiatan itu diikuti semua siswa di sekolah bahkan
guru. Nama kegiatan itu adalah SMANDA ADVENTURE yang berarti SMA Negeri 2
berpetualang. Biasanya kami berkunjung ke suatu suku yang kaya akan budaya yang
jaraknya tidak begitu jauh dari tempat kami sekolah. Desa itu adalah Baduy,
salah satu suku yang ada di Indonesia tepatnya di Lebak Banten.
Walaupun saya sudah menjadi alumni tapi
saya selalu ikut serta dalam acara tersebut, karena saya adalah orang yang
paling diandalkan dalam organisasi tersebut. Disamping itu pula saya sudah
berkali-kali pergi ke suku baduy.
21 Desember 2018
Pagi ini saya mengawali akativitas seperti
biasa, mandi, sarapan, mengantarkan adik ke sekolah, lalu pergi kuliah.
Ketika mata kuliah sedang berlangsung jam
11.00 tepatnya, seorang senior atau bisa disebut Pembina menelpon saya. Sejenak
saya ijin ke luar untuk mengangkat telepon karena sepertinya ada pesan penting
yang ingin dia sampaikan. Diangkat telepon yang sudah berbunyi berkali-kali
itu. Terdengar suara seorang senior “gas jangan lupa ya sehabis shalat jumat
kita packing di sekolah” ternyata hanya sekedar mengingatkan saja, saya kira
ada hal yang lebih penting dari itu, semisal ada kabar bahwa mantan pacar saya
ingin ikut juga “missal”.
Mengenang sedikitit masa Sma
Dulu ketika SMA saya mempunyai pacar dimana
pacar saya ini satu organisasi dengan saya. Dan suku Baduy inilah yang
mempertemukan saya dengan dia. Bahkan ketika kami menyudahi hubungan, kami
menyempatkan diri untuk pergi ke Baduy. Tidak berdua tentunya, dengan SMANDA
ADVENTURE tepatnya. Tahun ini dia, yang dulu pacar saya tidak mengikuti SMANDA
ADVENTURE dengan alasan sibuk berkuliah.
Selesai mata kuliah terakhir saya pergi ke
masjid seberang kampus untuk menunaikan ibadah shalat jumat.
Saya adalah seorang mahasiswa jurusan
teknik informatika di salah satu universitas swasta di Banten.
Selesai shalat Jumat saya langsung bergegas
untuk pulang ke rumah. Jarak dari kampus ke rumah lumayan jauh, menumpuh waktu
sekitar satu jam untuk sampai ke tujuan. Jarak yang sangat jauh tentunya.
Banyak teman yang menyanrankan untuk kost, tapi tawaran mereka sama sekali tidak
menarik perhatian saya. Keinginan untuk terus berkendara selalu menggebu dalam
benak saya.
Setibanya di Rumah semua peralatan yang
akan saya bawa sudah siap karena semalam saya sudah menyiapkan semuanya dibantu
ibu yang menyiapkan baju. Sebelum berangkat saya sempatkan mengisi perut
terlebih dahulu karena tadi di kampus tidak sempat saya pergi ke kantin.
Setelah selesai mengisi amunisi, kembali
saya tancap gas dalam-dalam. Kali ini bukan ke kampus, melainkan ke sekolah untuk
menemui para senior yang hendak berangkat ke Baduy.
Seenarnya acara tersebut diadakan pada esok
hari tanggal 22 Desember 2018, tapi seperti tahun-tahun sebelumnya saya
dipercaya untuk pergi terlebih dahulu kesana sembari membawa logistic dan
men-survei jalur yang akan para peserta lewati.
Setibanya di sekolah semua orang sudah siap
berangkat. Logistic dan semua yang akan dibawa sudah di packing rapih. Yang
akan berangkat terlebih dahulu pada saat itu adalah 2 senior, 2 junior dan
saya. Maklum saya adalah orang yang selalu hadir di antara teman-teman
senagkatan saya, terutama dalam kegiatan seperti ini.
14.00 WIB
Tak pikir panjang, setelah semua barang
dinaikan ke atas motor, kami langsung tancap gas menuju terminal ciboleger,
dimana terminal tersebut menjadi titik awal perjalanan kami untuk menuju suku
Baduy dalam. Jarak dari sekolah ke terminal Ciboleger menempuh waktu sekitar
saju jam dengan jalan yang berkelak-kelok.
Diperjalanan kami sempatkan untuk mengisi
bensin di SPBU satu-satu nya yang berada pada jalur menuju Ciboleger. Dengan
uang anggaran kami membayar bensin itu. Bukan uang korupsi, tapi memang sudah
termasuk dalam rincian dana kegiatan tersebut.
Setelah motor kami selesai mengisi amunisi,
kembali kami menancapkan gas dalam-dalam, hingga di suatu desa yang kami lewati
desa leuwidamar tepatnya, tidak terlihat asing bagi saya, karena sering kali
saya bermain ke desa itu. Bukan bermain untuk ngapel bersama pacar, tapi
bermain bersama teman dekat saya. Tak sempat saya berhenti di rumah teman saya
karena sedikit terburu-buru.
15.00
Setelah perjalanan yang lumayan jauh,
akhirnya kami sampai di terminal Ciboleger. Diparkirkan motor terlebih dahulu
di parkiran khusus motor. Setelah itu kami tidak langsung pergi ke Baduy Dalam,
tapi terlebih dahulu singgah di warung yang biasa di singgahi ketika ke
ciboleger. Di warung itu saya dan yang lain mengisi amunisi terlebih dahulu
padahal tadi sebelum berangkat sudah mengisi melakukannya. Sembari menunggu
orang suku Baduy dalam yang menjadi guide kami pada perjalanan, kami sempatkan mengobrol
dengan pemilik warung yang memang sudah kenal dengan senior dan Pembina.
14.00
Penduduk Baduy dalam yang akan menjadi
guide kita datang, katanya dia tadi terlbih dahulu ke salah satu villa yang
berada tidak jauh dari situ untuk mengantar duren “maklumsedang musim duren”.
Penduduk Baduy yang menjadi guide kami tidaklah asing bagi saya karena
sebelumnya saya selalu ditemani oleh dia. Ada dua orang penduduk Baduy dalam
yang menjadi guide kami yang satu bernama Kodo dan yang satu lagi bernama Damin.
Mereka adalah adik kakak dimana Kodo yang menjadi kakaknya dan Damin yang
menjadi Adiknya. Usia Damin masih kecil dia baru berusia 10 tahun. Tak lama ada
seorang ibu-ibu yang juga erupakan penduduk asli Baduy dalam. Damin dan Kodo
menyebutnya Ambu, ibu tersebut ternyata ibu dari Damin dan Kodo. Dia agak
sedikit malu-malu, selalu bersembunyi dibalik warung, mungkin karena dia jarang
bertemu penduduk dari kota seperti kami. Sebelum berangkat mereka disguhi makan
terlebih dahulu. Ketika jam digital menunjukkan angka 14.30. kami bersiap untuk
berangkat ke Baduy dalam. Menyiapkan logistic yang akan dibawa. Logistic yang
akan dibawa pada saat itu adalah sekarung beras, mie instan, tempe, tahu, ikan
asin, lalapan, dan lain-lain.
Awalnya kami membela diri agar tidak
membawa karung beras yang beratnya minta ampun tersebut. Sampai ketika ambu
berbicara di tengah pembelaan diri kami “ges sina ku ambu bae dibawana” yang
artinya “sudah biar ambu saja yang bawa”. Perasaan senang bercampur iba saya
rasakan ketika ambu bilang begitu. Bagaimana tidak karung beras yang berisi
beras penuh yang pasti sangat berat dibawa oleh seorang ibu tua renta. Saya
bertanya kepada Ambu “ambu tenanaon mawa beas sakitu” yang artinya (ambu gapapa
bawa beras segitu), Ambu menjawab dengan gagah “beas sakitumah eweh nanaonna”
yng artinya (beras segitu mah gaada
apa-apanya). Bertepuk tangan kami semua setelah Ambu berbicara seperti itu.
Diangkatnya beras itu di punggungnya dengan bantuan kain yang menjadi gendongannya.
17.00
Setelah semua logistic siap untuk dibawa,
kami langsung pergi menuju Baduy dalam. Nama desa Baduy dalam yang akan kita
tuju yaitu Cibeo, satu dari tiga desa suku Baduy dalam. Sebelum melanjutkan
perjalanan ke Cibeo, terlebih dahulu kami mampir ke rumah seorang pemimpin adat
Baduy yang biasa di panggil jaro, untuk meminta ijin bahwa kami akan menginap
di Baduy dalam. Di kala dua senior ijin ke jaro, ada dua orang turis local
menghampiri kami dan bertanya
“adek mau pada ke
Cibeo?”
kemudian seorng
junior yang bernama Resky menjawab
“iyaa pak”
turis itu bertanya
lagi
“nanti kira-kira
datang ke Cibeo jam berapa?”
Farhan tidak bisa
menjawabnya karena dia baru pertama kali kesini, dia melemparkan peranyaan
kepada saya, saya jawab dengan penuh semangat
“sekitar jam delapan
sampe disana pak”
kemudian turis itu
bertanya lagi
“wahh apa engga
takut kesana malam-malam”
Kemudian saya jawab
pertanyaan bapak itu sembari membetulkan posisi tas yang tak braturan
“engga pak sudah
biasa, lebih enak jalan malam malah, capek nya ga kerasa”
Ucap turis itu
“wahh hebat,
memangnya kalian sudah berapa kali kesini”
Dengan bangga saya
menjawab
“sudah tiga kali pak
dengan ini”
Bapa itu berbicara
kembali
“pantas saja, toh
kalian sudah biasa kemari”
Disela obrolan kami
dengan turis itu, seorang senior bernama Azmi yang biasa saya panggil Bang Azmi
memanggil “weyy ayo jalan”
Panggilan itu yang
menyebabkan terputusnya obrolan saya dengan seorang turis itu. Kemudian kami
pamit dengan orang itu, “pak jalan dulu (sambil senyum)” jawb turis itu “ohh
iya dek hati-hati”
Kala itu hari sangat cerah tidak terlihat
awn mendung sedikitpun. Disuatu bukit kami berhenti sejenak, bukan untuk
beristirahat tapi untk menikmati sunset yang sangat indah. Langit berubah
menjadi jingga, matahari perlahan bersembunyi diantara bukit-bukit. Kami
sempatkan untuk berfoto ria disitu. Cukup lama kami berdiam diri di tempat itu.
Sampai akhirnya langit mulai gelap dan matahari sudah tiada, kami melanjutkan
kembali perjalanan. Karena hari sudah malam kami memutuskan untuk mengeluarkan
senter yang ada di dalam tas untuk antisipasi jika nanti di jalan gelap gulita.
Tetapi ketika dicari di dalam tas senter itu tidak ada. Ada kemungkinan
tertinggal disekolah. Tapi untungnya malam itu sedang purnama, jadi cahaya
bulan sedang terang-terangnya. Hanya sesekali kami merasakan gelap, itupun
ketika berada di dalam hutan yang benar-benar tertutup.
Selang beberapa waktu kami melewati hutan,
cahaya wulandari benar-benar tiada, dia terhalang oleh awan ternyata. Kami
putuskan untuk menggunakan senter pada handphone yang sebenarnya di Baduy dalam
ini tidak boleh menggunakan handphone. Tapi mau bagaimana lagi agar dijalan
tidak salah jalan, karena jika salah pijakan kamibisa terjauh ke dalam lembah
yang cukup dalam.
Disebuah tanjakan kami dikagetkan dengan
dua sosok mahluk, yang membuat kami lumayan merasa ketakutan. Mau lanjut jalan
tapi kaki mulai kelelahan karena jalan terus menanjak dan akhirnya kami pasrah
akan keadaan. satu tinggi dan yang satu kecil. Awalnya kami kira itu adalah
tuyul dan bapaknya, tapi ternyata etika mendekat ternyata itu adalah ayah dari
Damin dan adiknya Damin. Rasa takut itu hilang berganti dengan canda “bapak
dikira the saha bae” seorang senior yang satu lagi berbicara Bang Roby namanya,
yang artinya (bapak, kirain siapa aja), “soranganmah kitu baegeh sien” jawab
bapak itu sambil tesenyum, yang artinya (kamu mah gitu aja geh takut), “lain
kitu pak masalahna urang ges tekuat jalan iye” lanjut Bang Robby yang artinya
(bukan gitu pak, masalahnya saya udah gakuat jalan lagi ini). Kemudian kami
melanjutkan berjalan lagi dengan mempercepat laju jalan dan mengurangi waktu
untuk beristirahat.
19.50
Akhirnya sampai di Cibeo, lokasi tujuan
kami. Diantarlah kaki-kaki kami yang mulai lelah ke rumah Damin yang beralaskan
bambu. Di rumah Damin, kami menyimpan semua barang bawaan dan bergegas
beristirahat. Seorang junior bernama Resky menawarkan kepada saya dan kedua
senior segelas kopi hangat buatannya dengan tambahan gula merah yang
menjadikannya sangat manis. Kebetulan sekali pada saat itu di Cibeo tempat kami
tinggal sementara, sedang musim durian. Ditawarkan kepada kami beberapa buah
durian hasil berkebun ayah hari ini. Kami menyambutnya dengan senang hati. Tak
ada dari kami yang tak suka akan lezatnya buah itu, semuanya menikmti dengan
rakus seperti orang yang belum makan berhari-hari. Setelah perut kenyang akan
buah Durian, saya pergi keluar untuk menikmati malam dengan secangkir kopi
buatan esky tadi. Tatkala sedang duduk bersandar pada bilik rumah, bang Azmi
mengajak pergi ke belakang yang dimana itu adalah sungai, dengan tujuan untuk
membersihkan badan. Kami ber-empat mengamini ajakan beliau itu.
20.00
Pergilah kami ke belakang dengan
masing-masing membawa secangkir kopi yang berfungsi untuk menghangatkan badan
dikala kami kedinginan nanti. Malam itu bulan sedang purnama, tak perlu cahaya
senter atau cahaya lilin untuk menerangi. Tak banyak basa-basi, Bang Azmi dan
Bang Robi langsung membuka baju dan kemudian menenggelamkan diri di dalam
derasnya air sungai. Sungai yang berlokasi di Cibeo tidaklah terlalu dalam,
hanya sebatas lutut saja mungkin kurang dari itu. Sementra itu saya, Farhan dan
Resky hanya terduduk di batu sungai karena tidak berani dengan dinginnya air
sungai pada saat itu. Sesekali saya menyeruput kopi di dalam gelas bambu yang
mulai dingin karena terpaan angin, sembari menikmati cahaya wulandari dan
ribuan bintang di langit malam itu. Sebagai pengagum wulandari, saya sangat
terpesona dengan keindahannya pada malam itu. Cahaya yang terpancar lebih
terang dari biasanya dan lebih indah dilihat dari hari-hari sebelumnya. Tatkala
saya sedang terpesona dengan keindahan Wulandari Bang Azmi usil menyiramkan air
ka tubuh saya yang tidak berbalut kain. Rasa dingin menerpa, yang menjadikan
saya undur diri dari sungai.
Setelah secangkir kopi sudah habis
dinikmati, rasa kantuk menyerang. Kami putuskan untuk kembli ke Rumah untuk
melepas lelah.
Di Rumah itu terdiri dari satu keluarga
yang beranggotakan, Ambu, Ayah, Adik Damin, Kakak Perempuan Damin dan Damin.
Sebuah keluarga harmoni di tengah-tengah hutan belantara. Jauh dari kota, jauh
dari teknologi manusia. Tapi tak mengalahkan kharmonisan keluarga itu. Mereka
asik berbincang perihal kejadian hari ini dengan tawa dengan candaan sembari
menikmati cemilan yang kami bawa untuk mereka.
Kami yang mulai terserang kantuk, izin
untuk tidur duluan dan mereka mengamini permintaan kami. Sementara mereka masih
asik berbincang dan menikmati cemilan yang kami bawa. Perbincangan hangat
mereka mengantarkan saya pada mimpi indah.
Tatkala sedang tertidur, suara batuk
seorang anak kecil membangunkan saya. Batuk yang sepertinya sangat parah sampai-sampai
membuat anak itu menangis. Berulang-ulang suara batuk itu terdengar berbarengan
dengan suara tangisan. Saya yang merasa iba padanya, tak bisa berbuat apa-apa. Andai
saja saya seorang Dokter, akan saya bantu anak itu. Tak henti anak itu menangis
menahan rasa sakit yang dideritanya. Seorang Kakak Perempuan menenangkat sakit
yang diderita anak itu. Dikasihnya air hangat, diusapnya dada anak itu dengan
harapan bisa meredakan rasa sakitnya. Perlahan suara tangisan itu menghilang
dan tak lagi terdengar suara batuk yang keluar dari anak itu. Tertidurlah anak
kecil yang malang itu dengan tenang. Hembusan angin yang masuk lewat sela-sela
bilik memaksa saya untuk tertidur kembali.
Bagian syekallee.. sampai sampai aku tak sanggup membacanya..wkwkw
ReplyDelete