Saturday, January 5, 2019

SMANDA ADVENTURE 2018 ; Baduy Selalu Menjadi Tempat Penuh Kenangan


SMANDA ADVENTURE 2018
24 November 2018
     Pagi menjelang siang saya mendapat kabar dari seorang junior bahwasanya bulan depan akan diadakan kegiatan rutin tahunan dimana organisasi yang saya tekuni yang menjadi panitianya.
     Organisasi yang saya tekuni yaitu Siswa Pecinta Alam dimana organisasi tersebut beranggotakan siswa-siswa SMA yang senang menjelajah.
     Setiap tahun organisasi kami selalu mengadakan kegiatan dimana kegiatan itu diikuti semua siswa di sekolah bahkan guru. Nama kegiatan itu adalah SMANDA ADVENTURE yang berarti SMA Negeri 2 berpetualang. Biasanya kami berkunjung ke suatu suku yang kaya akan budaya yang jaraknya tidak begitu jauh dari tempat kami sekolah. Desa itu adalah Baduy, salah satu suku yang ada di Indonesia tepatnya di Lebak Banten.
     Walaupun saya sudah menjadi alumni tapi saya selalu ikut serta dalam acara tersebut, karena saya adalah orang yang paling diandalkan dalam organisasi tersebut. Disamping itu pula saya sudah berkali-kali pergi ke suku baduy.
21 Desember 2018
     Pagi ini saya mengawali akativitas seperti biasa, mandi, sarapan, mengantarkan adik ke sekolah, lalu pergi kuliah.
     Ketika mata kuliah sedang berlangsung jam 11.00 tepatnya, seorang senior atau bisa disebut Pembina menelpon saya. Sejenak saya ijin ke luar untuk mengangkat telepon karena sepertinya ada pesan penting yang ingin dia sampaikan. Diangkat telepon yang sudah berbunyi berkali-kali itu. Terdengar suara seorang senior “gas jangan lupa ya sehabis shalat jumat kita packing di sekolah” ternyata hanya sekedar mengingatkan saja, saya kira ada hal yang lebih penting dari itu, semisal ada kabar bahwa mantan pacar saya ingin ikut juga “missal”.
     Mengenang sedikitit masa Sma
     Dulu ketika SMA saya mempunyai pacar dimana pacar saya ini satu organisasi dengan saya. Dan suku Baduy inilah yang mempertemukan saya dengan dia. Bahkan ketika kami menyudahi hubungan, kami menyempatkan diri untuk pergi ke Baduy. Tidak berdua tentunya, dengan SMANDA ADVENTURE tepatnya. Tahun ini dia, yang dulu pacar saya tidak mengikuti SMANDA ADVENTURE dengan alasan sibuk berkuliah.
     Selesai mata kuliah terakhir saya pergi ke masjid seberang kampus untuk menunaikan ibadah shalat jumat.
     Saya adalah seorang mahasiswa jurusan teknik informatika di salah satu universitas swasta di Banten.
     Selesai shalat Jumat saya langsung bergegas untuk pulang ke rumah. Jarak dari kampus ke rumah lumayan jauh, menumpuh waktu sekitar satu jam untuk sampai ke tujuan. Jarak yang sangat jauh tentunya. Banyak teman yang menyanrankan untuk kost, tapi tawaran mereka sama sekali tidak menarik perhatian saya. Keinginan untuk terus berkendara selalu menggebu dalam benak saya.
     Setibanya di Rumah semua peralatan yang akan saya bawa sudah siap karena semalam saya sudah menyiapkan semuanya dibantu ibu yang menyiapkan baju. Sebelum berangkat saya sempatkan mengisi perut terlebih dahulu karena tadi di kampus tidak sempat saya pergi ke kantin.
     Setelah selesai mengisi amunisi, kembali saya tancap gas dalam-dalam. Kali ini bukan ke kampus, melainkan ke sekolah untuk menemui para senior yang hendak berangkat ke Baduy.
     Seenarnya acara tersebut diadakan pada esok hari tanggal 22 Desember 2018, tapi seperti tahun-tahun sebelumnya saya dipercaya untuk pergi terlebih dahulu kesana sembari membawa logistic dan men-survei jalur yang akan para peserta lewati.
     Setibanya di sekolah semua orang sudah siap berangkat. Logistic dan semua yang akan dibawa sudah di packing rapih. Yang akan berangkat terlebih dahulu pada saat itu adalah 2 senior, 2 junior dan saya. Maklum saya adalah orang yang selalu hadir di antara teman-teman senagkatan saya, terutama dalam kegiatan seperti ini.
     14.00 WIB
     Tak pikir panjang, setelah semua barang dinaikan ke atas motor, kami langsung tancap gas menuju terminal ciboleger, dimana terminal tersebut menjadi titik awal perjalanan kami untuk menuju suku Baduy dalam. Jarak dari sekolah ke terminal Ciboleger menempuh waktu sekitar saju jam dengan jalan yang berkelak-kelok.
     Diperjalanan kami sempatkan untuk mengisi bensin di SPBU satu-satu nya yang berada pada jalur menuju Ciboleger. Dengan uang anggaran kami membayar bensin itu. Bukan uang korupsi, tapi memang sudah termasuk dalam rincian dana kegiatan tersebut.
     Setelah motor kami selesai mengisi amunisi, kembali kami menancapkan gas dalam-dalam, hingga di suatu desa yang kami lewati desa leuwidamar tepatnya, tidak terlihat asing bagi saya, karena sering kali saya bermain ke desa itu. Bukan bermain untuk ngapel bersama pacar, tapi bermain bersama teman dekat saya. Tak sempat saya berhenti di rumah teman saya karena sedikit terburu-buru.
     15.00
     Setelah perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya kami sampai di terminal Ciboleger. Diparkirkan motor terlebih dahulu di parkiran khusus motor. Setelah itu kami tidak langsung pergi ke Baduy Dalam, tapi terlebih dahulu singgah di warung yang biasa di singgahi ketika ke ciboleger. Di warung itu saya dan yang lain mengisi amunisi terlebih dahulu padahal tadi sebelum berangkat sudah mengisi melakukannya. Sembari menunggu orang suku Baduy dalam yang menjadi guide kami pada perjalanan, kami sempatkan mengobrol dengan pemilik warung yang memang sudah kenal dengan senior dan Pembina.
     14.00
     Penduduk Baduy dalam yang akan menjadi guide kita datang, katanya dia tadi terlbih dahulu ke salah satu villa yang berada tidak jauh dari situ untuk mengantar duren “maklumsedang musim duren”. Penduduk Baduy yang menjadi guide kami tidaklah asing bagi saya karena sebelumnya saya selalu ditemani oleh dia. Ada dua orang penduduk Baduy dalam yang menjadi guide kami yang satu bernama Kodo dan yang satu lagi bernama Damin. Mereka adalah adik kakak dimana Kodo yang menjadi kakaknya dan Damin yang menjadi Adiknya. Usia Damin masih kecil dia baru berusia 10 tahun. Tak lama ada seorang ibu-ibu yang juga erupakan penduduk asli Baduy dalam. Damin dan Kodo menyebutnya Ambu, ibu tersebut ternyata ibu dari Damin dan Kodo. Dia agak sedikit malu-malu, selalu bersembunyi dibalik warung, mungkin karena dia jarang bertemu penduduk dari kota seperti kami. Sebelum berangkat mereka disguhi makan terlebih dahulu. Ketika jam digital menunjukkan angka 14.30. kami bersiap untuk berangkat ke Baduy dalam. Menyiapkan logistic yang akan dibawa. Logistic yang akan dibawa pada saat itu adalah sekarung beras, mie instan, tempe, tahu, ikan asin, lalapan, dan lain-lain.
     Awalnya kami membela diri agar tidak membawa karung beras yang beratnya minta ampun tersebut. Sampai ketika ambu berbicara di tengah pembelaan diri kami “ges sina ku ambu bae dibawana” yang artinya “sudah biar ambu saja yang bawa”. Perasaan senang bercampur iba saya rasakan ketika ambu bilang begitu. Bagaimana tidak karung beras yang berisi beras penuh yang pasti sangat berat dibawa oleh seorang ibu tua renta. Saya bertanya kepada Ambu “ambu tenanaon mawa beas sakitu” yang artinya (ambu gapapa bawa beras segitu), Ambu menjawab dengan gagah “beas sakitumah eweh nanaonna” yng artinya (beras segitu  mah gaada apa-apanya). Bertepuk tangan kami semua setelah Ambu berbicara seperti itu. Diangkatnya beras itu di punggungnya dengan bantuan kain yang menjadi gendongannya.
     17.00
     Setelah semua logistic siap untuk dibawa, kami langsung pergi menuju Baduy dalam. Nama desa Baduy dalam yang akan kita tuju yaitu Cibeo, satu dari tiga desa suku Baduy dalam. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Cibeo, terlebih dahulu kami mampir ke rumah seorang pemimpin adat Baduy yang biasa di panggil jaro, untuk meminta ijin bahwa kami akan menginap di Baduy dalam. Di kala dua senior ijin ke jaro, ada dua orang turis local menghampiri kami dan bertanya
“adek mau pada ke Cibeo?”
kemudian seorng junior yang bernama Resky menjawab
“iyaa pak”
turis itu bertanya lagi
“nanti kira-kira datang ke Cibeo jam berapa?”
Farhan tidak bisa menjawabnya karena dia baru pertama kali kesini, dia melemparkan peranyaan kepada saya, saya jawab dengan penuh semangat
“sekitar jam delapan sampe disana pak”
kemudian turis itu bertanya lagi
“wahh apa engga takut kesana malam-malam”
Kemudian saya jawab pertanyaan bapak itu sembari membetulkan posisi tas yang tak braturan
“engga pak sudah biasa, lebih enak jalan malam malah, capek nya ga kerasa”
Ucap turis itu
“wahh hebat, memangnya kalian sudah berapa kali kesini”
Dengan bangga saya menjawab
“sudah tiga kali pak dengan ini”
Bapa itu berbicara kembali
“pantas saja, toh kalian sudah biasa kemari”
Disela obrolan kami dengan turis itu, seorang senior bernama Azmi yang biasa saya panggil Bang Azmi memanggil “weyy ayo jalan”
Panggilan itu yang menyebabkan terputusnya obrolan saya dengan seorang turis itu. Kemudian kami pamit dengan orang itu, “pak jalan dulu (sambil senyum)” jawb turis itu “ohh iya dek hati-hati”
     Kala itu hari sangat cerah tidak terlihat awn mendung sedikitpun. Disuatu bukit kami berhenti sejenak, bukan untuk beristirahat tapi untk menikmati sunset yang sangat indah. Langit berubah menjadi jingga, matahari perlahan bersembunyi diantara bukit-bukit. Kami sempatkan untuk berfoto ria disitu. Cukup lama kami berdiam diri di tempat itu. Sampai akhirnya langit mulai gelap dan matahari sudah tiada, kami melanjutkan kembali perjalanan. Karena hari sudah malam kami memutuskan untuk mengeluarkan senter yang ada di dalam tas untuk antisipasi jika nanti di jalan gelap gulita. Tetapi ketika dicari di dalam tas senter itu tidak ada. Ada kemungkinan tertinggal disekolah. Tapi untungnya malam itu sedang purnama, jadi cahaya bulan sedang terang-terangnya. Hanya sesekali kami merasakan gelap, itupun ketika berada di dalam hutan yang benar-benar tertutup.
     Selang beberapa waktu kami melewati hutan, cahaya wulandari benar-benar tiada, dia terhalang oleh awan ternyata. Kami putuskan untuk menggunakan senter pada handphone yang sebenarnya di Baduy dalam ini tidak boleh menggunakan handphone. Tapi mau bagaimana lagi agar dijalan tidak salah jalan, karena jika salah pijakan kamibisa terjauh ke dalam lembah yang cukup dalam.
     Disebuah tanjakan kami dikagetkan dengan dua sosok mahluk, yang membuat kami lumayan merasa ketakutan. Mau lanjut jalan tapi kaki mulai kelelahan karena jalan terus menanjak dan akhirnya kami pasrah akan keadaan. satu tinggi dan yang satu kecil. Awalnya kami kira itu adalah tuyul dan bapaknya, tapi ternyata etika mendekat ternyata itu adalah ayah dari Damin dan adiknya Damin. Rasa takut itu hilang berganti dengan canda “bapak dikira the saha bae” seorang senior yang satu lagi berbicara Bang Roby namanya, yang artinya (bapak, kirain siapa aja), “soranganmah kitu baegeh sien” jawab bapak itu sambil tesenyum, yang artinya (kamu mah gitu aja geh takut), “lain kitu pak masalahna urang ges tekuat jalan iye” lanjut Bang Robby yang artinya (bukan gitu pak, masalahnya saya udah gakuat jalan lagi ini). Kemudian kami melanjutkan berjalan lagi dengan mempercepat laju jalan dan mengurangi waktu untuk beristirahat.

19.50
     Akhirnya sampai di Cibeo, lokasi tujuan kami. Diantarlah kaki-kaki kami yang mulai lelah ke rumah Damin yang beralaskan bambu. Di rumah Damin, kami menyimpan semua barang bawaan dan bergegas beristirahat. Seorang junior bernama Resky menawarkan kepada saya dan kedua senior segelas kopi hangat buatannya dengan tambahan gula merah yang menjadikannya sangat manis. Kebetulan sekali pada saat itu di Cibeo tempat kami tinggal sementara, sedang musim durian. Ditawarkan kepada kami beberapa buah durian hasil berkebun ayah hari ini. Kami menyambutnya dengan senang hati. Tak ada dari kami yang tak suka akan lezatnya buah itu, semuanya menikmti dengan rakus seperti orang yang belum makan berhari-hari. Setelah perut kenyang akan buah Durian, saya pergi keluar untuk menikmati malam dengan secangkir kopi buatan esky tadi. Tatkala sedang duduk bersandar pada bilik rumah, bang Azmi mengajak pergi ke belakang yang dimana itu adalah sungai, dengan tujuan untuk membersihkan badan. Kami ber-empat mengamini ajakan beliau itu.

     20.00
     Pergilah kami ke belakang dengan masing-masing membawa secangkir kopi yang berfungsi untuk menghangatkan badan dikala kami kedinginan nanti. Malam itu bulan sedang purnama, tak perlu cahaya senter atau cahaya lilin untuk menerangi. Tak banyak basa-basi, Bang Azmi dan Bang Robi langsung membuka baju dan kemudian menenggelamkan diri di dalam derasnya air sungai. Sungai yang berlokasi di Cibeo tidaklah terlalu dalam, hanya sebatas lutut saja mungkin kurang dari itu. Sementra itu saya, Farhan dan Resky hanya terduduk di batu sungai karena tidak berani dengan dinginnya air sungai pada saat itu. Sesekali saya menyeruput kopi di dalam gelas bambu yang mulai dingin karena terpaan angin, sembari menikmati cahaya wulandari dan ribuan bintang di langit malam itu. Sebagai pengagum wulandari, saya sangat terpesona dengan keindahannya pada malam itu. Cahaya yang terpancar lebih terang dari biasanya dan lebih indah dilihat dari hari-hari sebelumnya. Tatkala saya sedang terpesona dengan keindahan Wulandari Bang Azmi usil menyiramkan air ka tubuh saya yang tidak berbalut kain. Rasa dingin menerpa, yang menjadikan saya undur diri dari sungai.
     Setelah secangkir kopi sudah habis dinikmati, rasa kantuk menyerang. Kami putuskan untuk kembli ke Rumah untuk melepas lelah.
     Di Rumah itu terdiri dari satu keluarga yang beranggotakan, Ambu, Ayah, Adik Damin, Kakak Perempuan Damin dan Damin. Sebuah keluarga harmoni di tengah-tengah hutan belantara. Jauh dari kota, jauh dari teknologi manusia. Tapi tak mengalahkan kharmonisan keluarga itu. Mereka asik berbincang perihal kejadian hari ini dengan tawa dengan candaan sembari menikmati cemilan yang kami bawa untuk mereka.
     Kami yang mulai terserang kantuk, izin untuk tidur duluan dan mereka mengamini permintaan kami. Sementara mereka masih asik berbincang dan menikmati cemilan yang kami bawa. Perbincangan hangat mereka mengantarkan saya pada mimpi indah.

     Tatkala sedang tertidur, suara batuk seorang anak kecil membangunkan saya. Batuk yang sepertinya sangat parah sampai-sampai membuat anak itu menangis. Berulang-ulang suara batuk itu terdengar berbarengan dengan suara tangisan. Saya yang merasa iba padanya, tak bisa berbuat apa-apa. Andai saja saya seorang Dokter, akan saya bantu anak itu. Tak henti anak itu menangis menahan rasa sakit yang dideritanya. Seorang Kakak Perempuan menenangkat sakit yang diderita anak itu. Dikasihnya air hangat, diusapnya dada anak itu dengan harapan bisa meredakan rasa sakitnya. Perlahan suara tangisan itu menghilang dan tak lagi terdengar suara batuk yang keluar dari anak itu. Tertidurlah anak kecil yang malang itu dengan tenang. Hembusan angin yang masuk lewat sela-sela bilik memaksa saya untuk tertidur kembali.

Nantikan Kelanjutan Ceritanya!!!

1 comment:

  1. Bagian syekallee.. sampai sampai aku tak sanggup membacanya..wkwkw

    ReplyDelete